Krisis iklim yang semakin nyata telah mendorong minat generasi muda, khususnya mahasiswa, untuk menjelajahi peluang karier di bidang pekerjaan hijau. Menurut riset Suara Mahasiswa (Suma) Universitas Indonesia dan Yayasan Cerah Indonesia, 98% responden percaya bahwa pekerjaan hijau memiliki dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.

Dian Amalia Ariani, Pemimpin Redaksi Suma UI, mengungkapkan bahwa ketertarikan ini muncul karena kekhawatiran akan krisis iklim dan degradasi lingkungan yang semakin memprihatinkan. Meskipun 99% responden yakin bahwa generasi muda memegang peranan penting dalam mengatasi tantangan krisis iklim melalui karier di pekerjaan hijau, masih ada beberapa hambatan yang dihadapi.

Riset mini yang dilakukan sejak Juli hingga September 2023 menunjukkan bahwa meski minat generasi muda tinggi, akses terhadap keterampilan hijau masih menjadi kendala. Dian menyoroti minimnya informasi terkait pekerjaan hijau dan kurangnya pelatihan di perguruan tinggi, menyebabkan kekurangan “green skill” yang dibutuhkan di sektor ini.

Berbagai peluang karier hijau menarik perhatian, mulai dari tata busana hijau hingga pengembangan teknologi ramah lingkungan. Meski demikian, stigma terhadap pekerjaan hijau sebagai pilihan kurang prestisius masih menjadi hambatan, dan peran pemerintah serta institusi pendidikan dalam pengembangan pekerjaan hijau dinilai masih kurang.

Menanggapi hal ini, Maliki dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menekankan bahwa pekerjaan hijau bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Bappenas sedang merancang peta jalan untuk pengembangan sumber daya manusia menuju pekerjaan hijau, dengan tujuan menciptakan ekonomi hijau yang berkeadilan.

Data Bappenas menunjukkan bahwa pembangunan rendah karbon berpotensi menciptakan 15,3 juta pekerjaan hijau pada 2045. Sementara itu, International Renewable Energy Agency (IRENA) memproyeksikan peningkatan signifikan lapangan pekerjaan hijau seiring dengan transisi energi.

Meskipun prospek pekerjaan hijau cerah, Dallih Warviyan dari Akuo Energy mencatat ketidakseimbangan antara peningkatan pekerjaan hijau dan peningkatan keterampilan hijau. Peningkatan keterampilan hanya sekitar 6% dalam lima tahun terakhir, sementara pekerjaan hijau naik sekitar 8%.

Untuk mengatasi tantangan ini, sinergi lintas lembaga pendidikan dan pemerintah diperlukan. Aziz Kurniawan dari Koaksi Indonesia menekankan perlunya kurikulum berbasis kompetensi, fasilitas pendidikan yang sesuai, dan program pelatihan yang mengakomodasi kebutuhan industri pekerjaan hijau. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan mahasiswa dapat mempersiapkan diri dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi pekerjaan hijau di masa depan.