Segmen debat yang diadakan dalam acara Catatan Demokrasi di TvOne, antara Ust. Helmi Hidayat dan KH. Cholil dengan judul “Siapa kita menjustifikasi Al-Zaytun” telah menciptakan kontroversi dan mengundang perhatian publik. Debat ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mencerminkan adanya nilai komersial yang melekat pada media. Saat suatu isu menjadi komoditas, hal ini dapat menimbulkan kerusuhan di masyarakat.

Komodifikasi media dalam hal ini memiliki dampak penting dalam perubahan sosial. TvOne terlihat mencoba mempengaruhi opini publik terhadap pesantren Al-Zaytun yang diduga sesat. Segmen debat ini secara tegas membentuk polarisasi, dengan Ust. Helmi Hidayat berpihak ‘pro’ dan KH. Cholil sebagai ‘kontra’. Penyampaian Ust. Helmi Hidayat menuai keberatan dari sebagian masyarakat karena TvOne menggabungkan dua individu dengan latar belakang yang berbeda, meskipun keduanya beragama Islam dan berpendidikan.

Perbedaan latar belakang antara Helmi Hidayat dan KH. Cholil menjadi daya tarik tersendiri dalam debat ini. Helmi Hidayat, sebagai akademisi, mungkin tidak semua orang dapat memahami arah pembicaraannya. Sementara itu, KH. Cholil menggunakan komunikasi yang umum, meskipun didukung oleh dalil-dalil agama yang hanya sedikit orang yang memahaminya. Acara ini berhasil mencapai rating yang tinggi dan menarik banyak komentar pedas, sinis, dan kejam dari para penonton. Namun, yang menarik adalah, pandangan yang tadinya menjustifikasi Al-Zaytun kini beralih ke UIN Jakarta, tempat mengajar Ust. Helmi Hidayat.

Sebagai seorang yang pernah menjadi mahasiswa jurusan Jurnalistik dan mengenal Ust. Helmi Hidayat, saya mengamati bahwa setiap penyampaian Ust. Helmi memiliki amanah untuk berpikir kritis sebelum menjustifikasi. Namun, dalam kasus Al-Zaytun, masih banyak dugaan yang belum terbukti. Meskipun kasus ini perlu ditangani, pertanyaannya adalah apakah pemerintah akan menyelesaikannya dengan cepat? Terlebih lagi, beredar berita bahwa pemerintah melindungi Al-Zaytun. KH. Cholil berupaya membuat opini kontra, bahwa justifikasi diperlukan karena menyangkut aqidah. Menurut KH. Cholil, dugaan pemberitaan terkait Al-Zaytun adalah benar adanya.

Komentar dalam kolom video YouTube debat ini menjadi ramai, dengan 1,3 juta penonton. Komentar yang semula menjustifikasi Al-Zaytun kini beralih ke UIN Jakarta sebagai tempat mengajar Ust. Helmi Hidayat. Sebagai seorang yang mempelajari media dalam jurnalisme, saya melihat bahwa ini bukan sekadar acara komersial. Dalam konteks pengaruh media terhadap aspek ideologis dan politis, ekonomi politik media massa memainkan peran penting dalam hubungannya dengan nilai ekonomi.

Salah satu contoh dominasi kapitalisme dalam bentuk monopoli adalah melalui dominasi ekonomis kapitalisme dalam dunia penyiaran. TvOne secara aktif menghadirkan segmen debat yang menjadi favorit penonton, meskipun terkadang pemilihan tokoh tidak seimbang. Hal ini seharusnya membuat kita sadar bahwa sebuah acara juga memiliki agenda terselubung dari pemilik media itu sendiri. Siapa sebenarnya di balik media ini?

Debat ini tidak hanya mengingatkan kita akan pentingnya memahami isu, karakteristik tokoh, dan transparansi pemerintah, tetapi juga menjadi pelajaran bahwa kita tidak boleh terbawa oleh agenda media yang menjadikan sebuah isu sebagai komoditas yang menguntungkan. Mungkin saja dua orang yang berdebat sebenarnya adalah teman baik di balik layar, sementara kita terus saling menjustifikasi dan mempertentangkan satu sama lain.