Konferensi UNESCO Regional Network of Natural Products Chemistry for Safety and Well-being in Pan-Asia and the Pacific (URSWAP) kembali diadakan pada 12-14 Desember 2024 di Shanghai, China. Kegiatan yang berfokus pada pengembangan dan pemanfaatan produk alami untuk kesejahteraan manusia ini menghadirkan delegasi dari berbagai negara, seperti Uzbekistan, Turkmenistan, Azerbaijan, Mongolia, Laos, Thailand, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, Indonesia, dan China.

Salah satu peserta dari Indonesia adalah Prof. Dr. Catur Sugiyanto, M.A, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Dalam kesempatan ini, ia mempresentasikan makalah bertajuk “Applying Contract Farming to Mangrove Farmers: Supporting Natural Dye Sources from Mangrove”, yang membahas penerapan kontrak tani pada petani mangrove di Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah.

Pemanfaatan Mangrove untuk Pewarna Alami
Prof. Catur menjelaskan bahwa penelitian ini mendukung program Shanghai Institute of Material Medica (SIMM), yang mengutamakan pewarna alami dari mangrove sebagai alternatif lebih sehat dibandingkan pewarna sintetis. Selain ramah lingkungan, pewarna alami dari kulit kayu mangrove juga mendukung keberlanjutan industri tekstil.

“Pewarna alami tidak hanya sehat bagi manusia, tetapi juga membantu menjaga lingkungan. Mangrove sendiri memiliki peran penting dalam melindungi masyarakat pesisir dari abrasi, mendukung keberlanjutan perikanan, dan membuka peluang ekowisata,” ujar Prof. Catur, Jumat (3/1).

Model Kontrak Tani untuk Pelestarian Mangrove
Dalam model kontrak tani yang diusulkan, Prof. Catur mendorong kolaborasi antara petani mangrove dan industri tekstil, seperti Gama Indigo yang berada di bawah naungan Institute for Natural Dyes Innovation (INDI) UGM. Konsep ini melibatkan dukungan teknis, akses pasar, serta pengelolaan berbasis komunitas untuk memastikan kualitas produk dan kepatuhan terhadap standar lingkungan.

“Pendekatan ini bertujuan memberikan insentif ekonomi yang stabil bagi petani mangrove sekaligus memastikan keberlanjutan ekosistem. Dengan model ini, ekosistem mangrove tidak hanya menjadi sumber ekonomi, tetapi juga dilestarikan untuk generasi mendatang,” tambahnya.

Kolaborasi Global untuk Kesejahteraan dan Lingkungan
Prof. Catur juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mendukung program ini. Dengan keterlibatan organisasi internasional seperti UNESCO, ANSO, SIMM, dan URSWAP, diharapkan program ini dapat menjadi contoh inspiratif bagi inisiatif serupa di tingkat global.

“Pendekatan ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan manusia. Kontribusi ini juga menunjukkan bagaimana inovasi berbasis sumber daya alam dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan lingkungan secara global,” tutupnya.