Kebijakan terkait kenaikan jabatan akademik dosen terus menjadi perhatian besar, khususnya di kalangan akademisi. Dengan total dosen di Indonesia mencapai 344.400 orang (data https://pddikti.kemdikbud.go.id/statistik), perjalanan menuju jabatan akademik tertinggi, yakni Guru Besar (GB), masih menghadapi berbagai tantangan. Proses kenaikan jabatan ini diatur melalui Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit (PO PAK) 2019, yang menuntut akumulasi angka kredit sepanjang karier dosen.

Namun, membangun dosen dan Guru Besar yang berkualitas tidaklah mudah. Ada sejumlah aspek penting yang perlu diperhatikan, termasuk kualitas perguruan tinggi, proses penilaian akademik, hingga kebijakan pemerintah yang mendukung.

Tantangan dalam Kenaikan Jabatan Akademik Dosen

  1. Variasi Kualitas Perguruan Tinggi (PT)
    Dengan 6.516 perguruan tinggi di Indonesia, kualitas institusi sangat bervariasi, dari tingkat lokal hingga berstandar internasional. Variasi ini mencakup manajemen, gaji dosen, hingga cara pengelolaan karier akademik. Peran pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga standar mutu akademik melalui pembinaan dan pengawasan yang konsisten.
  2. Proses Penilaian Jabatan Akademik
    Prosedur pengusulan kenaikan jabatan, terutama untuk Lektor Kepala (LK) dan Guru Besar, telah menggunakan aplikasi Sister, yang membantu efisiensi administrasi. Namun, penilaian oleh reviewer masih sering memunculkan subjektivitas. Salah satu syarat kritis adalah publikasi jurnal bereputasi internasional untuk GB dan jurnal terakreditasi nasional (peringkat 1 atau 2) untuk LK, yang sering menjadi polemik dalam penilaian.
  3. Kualitas Dosen Pengusul Jabatan
    Berdasarkan data Agustus 2024, hanya 27% dari 2.244 usulan ke Lektor Kepala yang lolos, sementara hanya 12% dari 1.623 usulan ke Guru Besar yang disetujui. Rendahnya angka ini mencerminkan kurangnya kesiapan dosen dalam memenuhi standar PAK atau tidak terpenuhinya syarat administratif.

Kebijakan Baru dan Permendikbud Ristek 44 Tahun 2024

Permendikbud Ristek 44 Tahun 2024, yang diundangkan pada 10 September 2024, menjadi acuan baru dalam pengelolaan profesi, karier, dan penghasilan dosen. Kebijakan ini merinci hak dan kewajiban dosen, termasuk peran perguruan tinggi dalam mendukung pengembangan karier.

Beberapa poin penting dari Permendikbud Ristek 44 Tahun 2024:

  • Kedudukan Profesor: Seorang Guru Besar harus memiliki kepakaran, otoritas ilmiah, dan membina dosen di bawahnya. Namun, peran ini harus terintegrasi dengan program studi atau laboratorium untuk memberikan dampak signifikan pada institusi.
  • Otonomi Perguruan Tinggi: PT diberi kewenangan mengangkat dan menilai jabatan akademik dosen hingga profesor. Meski memberikan fleksibilitas, kebijakan ini berisiko menimbulkan subjektivitas dan inkonsistensi penilaian antar-PT.
  • Pembatasan Kuota Profesor: Aturan pembatasan jumlah profesor berdasarkan kemampuan finansial PT dapat menciptakan diskriminasi, terutama di perguruan tinggi dengan sumber daya terbatas.

Harapan untuk Kebijakan Mendatang

Menteri Pendidikan yang baru, Satrio, diharapkan mampu menghadirkan kebijakan yang lebih fokus pada peningkatan mutu dosen daripada birokratisasi. Langkah konkret seperti pemberian beasiswa S3, insentif riset, magang, serta peningkatan kesejahteraan dosen, termasuk dosen non-ASN di PTS, sangat dibutuhkan untuk mempercepat pengembangan kualitas tenaga pengajar.

Selain itu, upaya untuk menyelesaikan isu dosen dengan gaji di bawah UMR menjadi hal mendesak. Kehadiran pemerintah sebagai motivator dan fasilitator dalam pengembangan karier dosen akan memberikan dampak positif bagi masa depan pendidikan tinggi di Indonesia.