Tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi menjadi perhatian serius Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU, DSc, seorang dosen Biologi Universitas Brawijaya (UB). Dalam wawancaranya pada Minggu (5/1/2024), ia menyebut pengangguran lulusan perguruan tinggi sebagai masalah yang lebih kritis dibandingkan dengan tingkat pendidikan lainnya, seperti SD, SMP, atau SMA.
“Masalah kita saat ini justru pengangguran di tingkat perguruan tinggi. Angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan lulusan SD, SMP, atau SMA,” ungkap Prof. Sutiman.
Data Pengangguran Lulusan Perguruan Tinggi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Agustus 2024 ada 842.378 lulusan pendidikan tinggi, mulai dari sarjana hingga doktor, yang belum mendapatkan pekerjaan. Menurut Prof. Sutiman, salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya transformasi Indonesia menjadi negara berbasis industri.
Ia menjelaskan bahwa hubungan antara perguruan tinggi dan industri masih lemah. “Industri kita
kebanyakan hanya perpanjangan tangan dari pemegang lisensi luar negeri, sehingga kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri dalam negeri belum optimal,” katanya.
Pelajaran dari Tiongkok
Prof. Sutiman menyoroti upaya Tiongkok yang berhasil mengejar Amerika Serikat dalam penguasaan teknologi dan sains terapan sebagai contoh yang bisa diadopsi. “Tiongkok fokus pada pengembangan teknologi dan sains terapan dengan kerja sama yang sinergis. Hal serupa perlu diterapkan di Indonesia untuk memperkuat industri dan menciptakan lapangan kerja,” ujarnya.
Riset yang Tidak Terserap Industri
Selama lebih dari 40 tahun berkecimpung di dunia akademik, Prof. Sutiman menyampaikan bahwa banyak hasil risetnya, meskipun telah dipatenkan, tidak dapat diimplementasikan. Ia menyebut situasi ini sebagai “ide yang dimatikan” karena hanya menjadi tumpukan dokumen tanpa tindak lanjut.
Untuk mengatasi masalah ini, ia membangun komunitas penelitian bernama Institut Molekul Indonesia dan bekerja sama dengan klub Reverse Edging and Homeostasis. Klub ini fokus pada masalah produktivitas individu dan kualitas hidup.
Inovasi Nano Bubbles
Salah satu inovasi Prof. Sutiman adalah teknologi nano bubbles, yaitu gas-gas yang secara alami terdapat di tubuh manusia tetapi menurun fungsinya akibat penuaan atau penyakit degeneratif. “Teknologi ini membantu meningkatkan kualitas hidup, terutama bagi mereka yang menghadapi masalah kesehatan. Saat ini, klub kami sudah memiliki lebih dari 15.000 anggota,” jelasnya.
Dengan pendekatan teknologi dan komunitas ini, Prof. Sutiman berharap kontribusi riset akademik tidak hanya diakui secara akademis tetapi juga bermanfaat langsung bagi masyarakat dan industri.
Keprihatinan Dosen UB: Lulusan Menganggur dan Riset Tak Tembus Industri
Tag Terkait:
Tinggalkan Balasan