Garut, 29 Oktober 2024 – Tim dosen dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB) memperkenalkan teknologi pengolahan limbah di industri penyamakan kulit di Sukaregang, Kabupaten Garut. Alat bernama “lahan basah buatan” ini menggunakan konsep tumbuhan sebagai filter alami yang berfungsi membersihkan limbah. “Teknologi ini mengolah limbah dengan memanfaatkan tanaman,” ungkap Taufikurahman, salah satu dosen ITB yang memimpin inisiatif ini.

Dibantu rekannya, Devi N. Choesin, proyek yang dimulai pada Mei ini bertujuan mengatasi masalah limbah cair yang mencemari lingkungan sekitar akibat industri kulit. Pada 24 Oktober 2024, tim ITB mengadakan pertemuan yang dihadiri masyarakat terdampak, perwakilan Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI), dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut.

Menurut Taufik, meskipun industri penyamakan kulit membawa keuntungan ekonomi, limbahnya menyebabkan masalah lingkungan yang signifikan. Warga sekitar merasakan dampak langsung, seperti bau busuk dari aliran limbah yang mengganggu. “Bau menyengat dari kulit dan bulu hewan sangat mengganggu,” jelas Taufik.

Tim ITB memperkenalkan dua model pengolahan limbah. Model pertama, yaitu lahan basah buatan, dibuat dengan kerangka pipa PVC berukuran 2×1 meter yang diisi tanaman penyerap limbah seperti rumput gajah dan ekor kucing. Teknologi ini tidak hanya ekonomis, tapi juga mudah diterapkan di kolam limbah industri. “Di luar negeri, metode ini sudah umum digunakan di industri besar,” tambahnya.

Namun, penggunaan lahan basah buatan umumnya membutuhkan ruang yang luas, dan lahan yang terbatas di Garut menjadi tantangan tersendiri bagi para pengrajin kulit. IPAL yang disediakan pemerintah pun belum sepenuhnya optimal.

Model kedua adalah sistem filtrasi bertingkat, yang terdiri dari tiga kotak berisi material seperti kerikil, arang, dan ijuk. Air hasil filtrasi dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga, meski tidak untuk dikonsumsi.

Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat ITB, Yuli Setyo Indartono, menyatakan bahwa alat ini akan dipasang di beberapa pengrajin untuk mengurangi zat pencemar. “Revitalisasi IPAL komunal di pabrik-pabrik juga diperlukan agar limbah cair dapat diolah dengan lebih optimal,” katanya.