Kepala Departemen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Arfin Sudirman, menyatakan bahwa Malaysia dapat menyampaikan keberatan resmi kepada Indonesia melalui nota diplomatik terkait kasus pemerasan yang dialami warga negaranya saat menghadiri Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Acara musik tahunan tersebut berlangsung di Jakarta pada 13-15 Desember 2024.
“Biasanya, respons Malaysia akan berupa nota diplomatik yang sifatnya hanya sebagai bentuk protes,” kata Arfin dalam keterangannya pada Kamis, 2 Januari 2025.
Nota Diplomatik Tidak Mengikat Secara Hukum
Arfin menjelaskan bahwa kasus pemerasan ini masih bersifat individual dan tidak melibatkan kerugian terhadap pejabat atau kepentingan nasional Malaysia. Oleh karena itu, nota diplomatik yang disampaikan hanya berfungsi sebagai pernyataan keberatan tanpa kekuatan hukum memaksa terhadap Indonesia.
Sebagai sesama anggota ASEAN, baik Malaysia maupun Indonesia tetap menjunjung tinggi prinsip non-intervensi. Namun, Arfin menekankan bahwa kasus semacam ini dapat merugikan citra diplomasi Indonesia di tingkat internasional, khususnya dalam hal penegakan hukum.
Peran Kedutaan Besar dalam Perlindungan Warga Negara
Arfin juga menyoroti peran Kedutaan Besar Malaysia dalam menangani kasus ini. Melalui bagian konsuler dan atase kepolisian, Malaysia dapat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum di Indonesia untuk melindungi warga negaranya. Kedubes Malaysia juga memiliki sistem “My Safe Travel” untuk mendata warganya yang bepergian ke luar negeri dan memberikan perlindungan dalam situasi darurat.
Kronologi Kasus Pemerasan
Kasus ini mencuat ketika seorang warga Malaysia melaporkan menjadi korban pemerasan saat menghadiri DWP 2024. Orang tua korban melaporkan kejadian tersebut ke KBRI Kuala Lumpur setelah anaknya ditahan oleh Polda Metro Jaya dan diminta uang sebesar Rp100 juta untuk dibebaskan.
Berkat koordinasi antara KBRI dan pihak berwenang, korban akhirnya dilepaskan tanpa perlu membayar uang yang diminta dan dapat kembali ke Malaysia.
Penyelidikan terhadap Anggota Polisi Terlibat
Kasus ini merupakan bagian dari laporan dugaan pemerasan yang melibatkan 45 warga Malaysia selama acara DWP 2024. Propam Polri telah mengumumkan sidang kode etik terhadap 18 anggota polisi dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran yang diduga terlibat.
Kadiv Propam Polri, Inspektur Jenderal Abdul Karim, menyatakan sidang kode etik akan dimulai pekan depan. Barang bukti yang terkumpul sejauh ini mencapai Rp2,5 miliar, dan jumlah korban masih dapat bertambah dengan adanya desk pengaduan yang dibuka di KBRI Malaysia.
Dampak pada Hubungan Bilateral
Meski kasus ini bersifat individual, Arfin mengingatkan bahwa insiden semacam ini dapat memengaruhi hubungan kerja sama bilateral, khususnya dalam bidang penegakan hukum dan diplomasi. Ia berharap penyelesaian kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban sekaligus memperbaiki citra Indonesia di mata internasional.