Pernikahan usia dini masih menjadi masalah sosial budaya yang terjadi di masyarakat saat ini. Kondisi ini tentu saja mengkhawatirkan karena adanya dampak negatif bagi pasangan yang melakukan hal tersebut. Namun demikian, pernikahan usia dini dapat dihindari dengan pemahaman yang lebih baik mengenai hukum perkawinan dan upaya pencegahan yang dilakukan oleh instansi terkait.
Dalam upaya mencegah dan meminimalisir terjadinya pernikahan usia dini, dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi, Dr. Dr. Maryani, S.Ag, M.HI dan Mariatul Qibtiyah, S.Sos, MA.Si melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum mengenai Undang-Undang Pernikahan di SMA S Pondok Pesantren Zulhijjah Batanghari. Kegiatan ini dilakukan karena di daerah tersebut masih banyak terdapat pasangan yang melakukan pernikahan usia dini.
Sosialisasi dan penyuluhan hukum ini penting karena masih banyak orang yang tidak memahami hukum perkawinan dengan baik, termasuk batas usia minimal untuk menikah. Dalam Undang-Undang Perkawinan sebelumnya, pemerintah hanya mengatur batas usia minimal perempuan untuk menikah diusia 16 tahun. Aturan ini kemudian direvisi bahwa usia minimal untuk menikah baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun, sesuai dengan ketentuan Kementerian PPPA, dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa kategori anak adalah mereka yang usianya di bawah 18 tahun.
Namun, meskipun telah ada revisi dalam Undang-Undang Perkawinan, pernikahan usia dini masih terjadi dan menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan pernikahan selanjutnya, seperti peningkatan risiko stunting pada keturunan, tingkat pendidikan rendah, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa pernikahan usia dini tidak hanya melanggar hukum, tetapi dapat membahayakan diri sendiri dan keluarga di kemudian hari.
Upaya pencegahan pernikahan usia dini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui pendidikan dan kampanye kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif dari pernikahan usia dini. Selain itu, instansi terkait seperti Pengadilan Agama juga dapat berperan dalam menyelesaikan kasus pernikahan usia dini melalui proses dispensasi perkawinan yang tepat dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam kasus di daerahmu, Pengadilan Agama Muarabulian mencatat bahwa pada tahun 2022 terdapat 68 perkara dispensasi perkawinan yang diajukan oleh orang tua pasangan nikah dini. Bahkan mulai dari Januari 2023 hingga April 2023 sudah ada 22 perkara dispensasi perkawinan yang diajukan oleh orang tua pasangan nikah dini, ini menunjukkan bahwa pernikahan usia dini masih menjadi masalah yang serius.
Selain upaya pencegahan dan pemahaman hukum perkawinan, salah satu cara untuk mengatasi pernikahan usia dini adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan, baik secara formal maupun non-formal. Pendidikan yang baik dapat membuka kesadaran para siswa terhadap pentingnya persiapan yang matang sebelum menikah, seperti persiapan secara ekonomi, psikologis, dan pendidikan.
Dalam hal ini, dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi sudah melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum mengenai Undang-Undang Pernikahan di SMA S Pondok Pesantren Zulhijjah Batanghari sebagai salah satu bentuk upaya untuk meminimalisir terjadinya pernikahan usia dini. Sosialisasi ini mencakup pemahaman bahwa menikah pada usia yang masih belia dapat membahayakan diri sendiri, pasangan, dan keturunan di kemudian hari.
Selain itu, sosialisasi ini juga dapat membuka kesadaran masyarakat akan pentingnya mendapatkan informasi terkini mengenai hukum perkawinan. Pemahaman yang baik mengenai aturan yang berlaku dapat membantu menghindari pernikahan usia dini dan dampak negatif yang mungkin terjadi di kemudian hari.
Melalui upaya pencegahan dan pemahaman yang tepat, pernikahan usia dini dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan. Ketika masyarakat memahami betapa pentingnya persiapan matang sebelum menikah, maka mereka akan lebih memahami bahwa menikah bukanlah hal yang sepele dan harus dipersiapkan dengan baik. Dengan demikian, generasi muda di masa depan dapat membangun keluarga yang lebih stabil dan bahagia.