Site icon Berita Dosen

Dampak Kebijakan Suku Bunga BI dan Tantangan Ekonomi Indonesia pada 2025

Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen hingga Desember 2024. Kebijakan ini dipengaruhi oleh tekanan inflasi inti yang mencapai 4,2 persen pada kuartal ketiga 2024 dan penguatan Dolar AS akibat kebijakan moneter ketat di negara maju. Keputusan ini dinilai strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan daya tarik investasi portofolio asing.

Tinjauan Kebijakan Moneter dan Dampaknya
Penurunan suku bunga BI dari 6,25 persen ke 6 persen pada September 2024 menandai langkah pengendalian inflasi dan stabilitas ekonomi domestik. Suku bunga acuan, yang menjadi referensi bagi bunga pinjaman dan simpanan, berperan penting dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga.

Menurut Dr. Listya Endang Artiani, dosen dan peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII), kebijakan ini membutuhkan evaluasi menyeluruh karena dampaknya signifikan terhadap performa ekonomi 2025, tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo.

“Keputusan mempertahankan suku bunga pada level tertentu harus mampu menciptakan keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Listya, Kamis (2/1/2025).

Kebijakan moneter ini memiliki konsekuensi:

  1. Tekanan Konsumsi dan Investasi – Suku bunga tinggi membuat biaya pinjaman mahal, mengurangi konsumsi dan investasi, namun mendorong masyarakat untuk menabung.
  2. Nilai Tukar – Suku bunga yang kompetitif menjaga daya tarik aset domestik bagi investor asing, memperkuat Rupiah, tetapi meningkatkan beban pembayaran utang luar negeri.

Konteks Global: Tekanan Ekonomi Negara Berkembang
Ketatnya kebijakan moneter negara maju, seperti suku bunga tinggi Federal Reserve (5,25–5,5 persen), memperkuat posisi Dolar AS sebagai aset safe haven. Akibatnya, Indonesia menghadapi pelemahan Rupiah hingga Rp15.800 per USD pada akhir 2024.

Laporan IMF mencatat arus keluar modal bersih dari negara berkembang mencapai USD 85 miliar sepanjang 2024. Di Indonesia, kepemilikan asing pada obligasi pemerintah turun dari 15,2 persen menjadi 13,8 persen di kuartal keempat 2024.

Tantangan Domestik: Stabilitas dan Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,0–5,2 persen pada 2025, lebih tinggi dibandingkan 4,9 persen pada 2024. Namun, sektor konsumsi rumah tangga dan UMKM masih tertekan akibat tingginya suku bunga.

Strategi Kebijakan 2025
Untuk menghadapi tantangan ekonomi, pemerintah dan BI merancang strategi seperti:

  1. Diversifikasi Sumber Pertumbuhan – Investasi asing langsung (FDI) di sektor strategis, seperti energi hijau dan manufaktur berteknologi tinggi, menjadi prioritas. Target FDI 2025 meningkat 10 persen dari USD 35,4 miliar pada 2024.
  2. Digitalisasi Sistem Pembayaran – Memperluas penggunaan QRIS guna meningkatkan inklusi keuangan, khususnya untuk UMKM.
  3. Infrastruktur dan Logistik – Alokasi Rp200 triliun untuk pembangunan infrastruktur strategis, termasuk tambahan Rp30 triliun untuk IKN.

Optimisme Ekonomi dan Tantangan
Cadangan devisa Indonesia diproyeksikan mencapai USD 145 miliar pada pertengahan 2025, didorong oleh surplus perdagangan dan penerbitan obligasi hijau senilai USD 2,5 miliar. Namun, risiko tetap ada, seperti dampak cuaca ekstrem (El Niño) yang dapat mempengaruhi hasil panen dan inflasi pangan.

Menurut Listya, kebijakan suku bunga BI harus mempertimbangkan keseimbangan makroekonomi dan kebutuhan domestik. “Kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi menjadi kunci keberhasilan Indonesia menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan inklusif,” tutupnya.

Exit mobile version